Showing posts with label kelapa sawit. Show all posts
Showing posts with label kelapa sawit. Show all posts

Kapan Sawit Tidak Berbuah Lagi?



Kelapa sawit adalah tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Jenis tanaman palem ini dapat tumbuh dengan sempurna di ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Daerah tropis mendukung untuk pertumbuhannya karena memiliki curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Selain itu, lahan yang digunakan harus memenuhi tingkat kelembapan 80 – 90 derajat. Berada pada daerah yang terlalu panas malah akan menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan.

Secara umum, kelapa sawit adalah tumbuhan dengan usia rata-rata 20 – 25 tahun. Memasuki tiga tahun pertama, buahnya akan disebut kelapa sawit muda. Disebut muda karena belum bisa menghasilkan buah secara optimal. Pada usia 4 hingga 6 tahun, sawit-sawit ini akan mulai berbuah. Ketika mencapai usia 7-10 tahun buah akan memasuki periode matang.

Sawit dengan kualitas baik akan terus menghasilkan hingga memasuki usia 25 tahun. Hasil maksimal dapat didukung dengan melihat cara perawatan. Mulai dari pemilihan benih unggul yang bersertifikat serta tidak membeli benih yang belum diakui keunggulannya dari tengkulak. Selain itu, faktor lain yang mendukung pohon ini berbuah dengan maksimal ada penggunaan pupuk.. Penggunaan pupuk kimia, selain dapat mencemari lingkungan juga akan mempengaruhi produksi TBS.

Pada pencapaian usia 11 – 20 tahun, sawit-sawit ini akan mengalami penurunan fungsi produksi. Pasalnya, semakin menua, kualitasnya akan menurun. Tetapi, usia bukan merupakan patokan. Ada banyak kendala dan tantangan yang dihadapi suatu perkebunan dalam mengelola dan membudidayakan sawit-sawit ini. Salah satunya adalah serangan hama, penyakit dan jamur. Sawit yang terkena penyakit akan mengalami penurunan kualitas karena secara perlahan penyakit dan virus akan memakan dan membuat sawit ini mati.

Dewasa ini, perkebunan dihadapkan pula pada masalah jamur Ganoderma yang menyebabkan kelapa sawit berakhir pada kematian. Penyakit ini akan menyerang pangkal batang, sehingga disebut sebagai penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB). Ketika pohon terserang penyakit ini maka produksi buah akan berkurang. Usianya pun menjadi singkat sampai tidak lebih dari 10 tahun.

Perkebunan sawit yang produktif dan dikelola dengan baik akan terus menghasilkan buah dengan kualitas yang baik pula. Dengan tingkat kematangan buah yang pas, maka minyak mentah yang dihasilkan akan menghasilkan sejumlah kandungan zat yang bermanfaat untuk diolah menjadi berbagai macam kebutuhan manusia. Sawit-sawit tidak akan berbuah jika mengalami pengelolaan yang salah. Pemupukan yang salah, sistem pengairan yang tidak mempertimbangkan kondisi lahan serta cara panen yang salah akan mengurangi produksi.

Untuk terus memelihara jumlah produksi, maka manajemen pada perkebunan harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Memperkerjakan SDM yang bertanggung jawab dan mumpuni serta memperhatikan kelestarian lingkungan akan membawa sawit-sawit ini pada suatu tahap berkelanjutan.

Petani Mandiri berkat Kelapa Sawit


Belasan petani kelapa sawit berkumpul di rumah Aziz Purba (52) di Desa Banjaran Godang, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Minggu (18/12). Mereka tengah berdiskusi dan mencari solusi agar para petani kelapa sawit terus maju. Aziz adalah salah satu contoh petani kelapa sawit yang sukses.


Dia berbagi tips dan strategi bertani kelapa sawit (Elais guineensis jacq).
Aziz mengenal tanaman dengan pelepah berduri ini sejak 1987 ketika dia bekerja sebagai pegawai di perkebunan kelapa sawit milik pengusaha berdarah China. Tahun 1997, dia mulai berupaya mandiri dengan membeli lahan seluas 2 hektar seharga Rp 20 juta.

Lahan ini masih berupa belantara yang ditumbuhi semak, rumput, dan ilalang. Dia lantas membersihkannya dan menanaminya dengan bibit kelapa sawit.
Empat tahun kemudian, kebunnya mulai berbuah dan panennya melimpah. Hasilnya mencapai 3 ton sampai 4 ton per bulan.
Kebun ini tergolong produktif untuk ukuran kebun kelapa sawit petani. Rata- rata kebun kelapa sawit petani hanya menghasilkan 1,5 ton per bulan. Padahal potensinya dapat mencapai 2,5 ton-3 ton per bulan.
”Kalau pupuknya bagus, hasilnya juga bagus,” kata Aziz, yang menerapkan pemberian pupuk minimal 2 kilogram per tahun per pohon.
Dari hasil panen yang melimpah itu, Aziz menambah investasinya dengan memperluas lahan kebun kelapa sawit. Sejak 2008, lahannya telah mencapai 12 hektar dengan hasil panen rata-rata 1,5 ton per bulan per hektar.
Untuk mengembangkan usahanya, Aziz merangkap sebagai tengkulak tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dari petani. Setidaknya dia memperoleh keuntungan Rp 30 per kilo- gram dengan omzet mencapai 300 ton per hari.
Awal tahun depan, Aziz membangun gudang TBS di atas lahan seluas 1.200 meter persegi persis di samping rumahnya. Bapak tiga anak ini telah menyiapkan modal Rp 700 juta yang antara lain untuk membeli mesin timbang dan bangunan fisik gudang. ”Kalau ada gudang, TBS bisa saya simpan beberapa hari seandainya pabrik kelapa sawit telah memenuhi kuota,” ujarnya.
Sudarto (47) mencoba mengikuti langkah sukses Aziz. Lima tahun lalu dia membeli 3 hektar lahan kelapa sawit seharga Rp 75 juta. Kebetulan saat itu ada pembagian bibit kelapa sawit dari sebuah partai politik yang tengah berkampanye. Sudarto memperoleh jatah 250.000 bibit. Bibit lainnya dia upayakan dengan cara membeli secara mandiri.
Sekarang dia sudah mulai panen dengan hasil 4,5 ton sampai 6 ton per bulan. Sebagian uang hasil panen dia gunakan untuk menutupi kebutuhan seharai- hari. Sisanya dia tabung untuk memperluas lahan kelapa sawitnya. ”Semoga saja bisa sesukses Pak Aziz,” kata Sudarto.
Sunardi (47), warga yang tinggal di Desa Dolok Menampang, Kecamatan Dolok Masihul, pun sukses berkebun kelapa sawit. Awalnya dia hanya menyewa lahan seluas 2 hektar sejak 1988. Tahun 1999, pemilik lahan memintanya untuk membeli lahan yang disewa itu.
Usahanya terus berkembang dan kini Sunardi memiliki 60 hektar kebun kelapa sawit di tiga tempat berbeda. Nilai asetnya itu mencapai Rp 12 miliar. Beberapa pengusaha berniat membeli kebun itu, tetapi Sunardi menolaknya. ”Saya menjaganya agar anak-anak saya nanti hidupnya enak,” ujarnya.
Tak banyak bantuan
Di Serdang Bedagai terdapat 11.865,86 hektar lahan kelapa sawit milik petani. Sebanyak 9.495,48 hektar merupakan kebun produktif (menghasilkan). Sisanya, seluas 2.551,51 hektar tidak produktif lantaran sudah terlalu tua atau terlalu muda usia tanamannya.
Data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Serdang Bedagai menunjukkan, jumlah petani kelapa sawit mencapai 12.409 jiwa. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Kabupaten Serdang Bedagai, Mohammad Sofyan Daulay, memperkirakan, 1.700 petani di antaranya telah sukses. Salah satu indikasinya, mereka memiliki lebih dari 5 hektar kebun kelapa sawit per orang.
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Serdang Bedagai Mega Hadi menjelaskan, pihaknya tidak memberikan bantuan finansial kepada petani kelapa sawit. Bantuan yang mereka berikan berbentuk pelatihan dan penyuluhan tentang pola bertani yang benar dan produktif. Dananya Rp 200 juta per tahun.
Pelatihan dan penyuluhan yang mereka gelar sejak tiga tahun terakhir itu efektif untuk membentengi petani dari penjualan bibit ataupun pupuk palsu. Sebelumnya, banyak kebun kelapa sawit petani yang produksinya tidak maksimal lantaran bibit dan pupuknya palsu.
Bantuan lainnya berupa rekomendasi. Petani yang hendak membeli bibit dari perusahaan besar, seperti PT Socfindo, misalnya, mendapat rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serdang Bedagai. Berbekal surat rekomendasi itu, petani memperoleh fasilitas pemotongan harga bibit sebesar 10 persen.
”Bantuan lain kami berikan untuk membangun infrastruktur perkebunan, seperti pembangunan jalan produktif. Jumlahnya Rp 2 miliar per tahun dari dana Bantuan Daerah Bawahan Provinsi Sumatera Utara,” ujarnya.
Dengan pembangunan jalan produktif itu, petani bisa langsung mengangkut hasil panennya menggunakan truk. Mereka tidak perlu lagi membawa kereta dorong yang lebih memakan waktu dan tenaga.
Pajak lancar
Dia menambahkan, Pemkab Serdang Bedagai tidak membebani retribusi atau pajak bagi petani kelapa sawit. Oleh karena itu, tak ada pendapatan asli daerah dari sektor kelapa sawit. Namun, peningkatan kesejahteraan para petani kelapa sawit ini langsung berdampak pada kelancaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Serdang Bedagai. Saat hasil panen melimpah, petani taat pajak. Begitu juga sebaliknya.
Sumber : http://nasional.kompas.com

PENYEMAIAN BENIH KELAPA SAWIT



Agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan penanaman maka perlu diketahui mana bagian daun dan mana bagian akar dari bibit/ kecambah kelapa sawit. Plumula atau calon daun biasanya berwarna kehijauan, sedangkan radikula atau calon akar umumnya berwarna lebih kekuningan dan berbulu.

Sebelum kecambah ditanam di polibeg yang telah diisi tanah, terlebih dahulu dibuat lubang di dalam polibeg sedalam + 3 cm ( umumnya dengan cara menekan tanah pada polibeg dengan ibu jari). Kemudian kecambah dimasukkan ke dalam polibeg dengan radikula di bagian bawah, setelah itu kecambah ditutup dengan tanah (plumula harus tertutup tanah). Kecambah harus disiram segera setelah penanaman selesai.

PENYIRAMAN
Penyiraman bibit dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan gembor atau selang dengan kepala gembor. Umumnya penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Namun bila terjadi hujan yang cukup maka tidak perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman dilakukan sembari mengecek tingkat kebasahan tanah (tanah harus dilakukan sampai tanah bagian dalam basah namun tidak becek/ tergenang).

PEMUPUKAN
Pemupukan pada pembibitan awal (pre Nursery) umumnya tidak dilakukan sampai bibit berumur 2 bulan. Pemupukan hanya dilakukan jika terjadi gejala defisiensi hara, umumnya terlihat dari warna daun yang kekuningan atau pucat. Cara pemupuan di pembibitan awal jika diperlukan adalah sebagai berikut :

  • Pemupukan dengan pupuk urea dapat dilakukan dengan konsentrasi 0,1-0,2 % (2-1 gram urea/ liter air untuk 1.000 bibit). Cara pemupukan adalah dengan cara disemprot (foliar application) yang dimulai pada bibit umur 1,5 2 bulan.
  • Pupuk majemuk 15-15-6-4 dapat dipalikasikan dengan cara foliar application dengan konsentrasi 0,15-0,3% (1,5-3 g/liter air untuk 100 bibit). Jika sudah menggunakan pupuk majemuk maka urea tidak lagi diperlukan.
Pemupukan bibit di PN tidak dianjurkan hingga bibir berumur 2 bulan. Bahkan jika media yang digunakan berupa tanah yang subur maka pemupukan tidak diperlukan hingga bibit pindah ke pembibitan utama. Jika media yang digunakan kurang baik, maka pemupukan dilakukan sesuai kebutuhan.

Setelah berumur 3 bulan pemupukan masih perlu dilanjutkan dengan menggunakan pupuk majemuk dan kieserite dengan takaran dan waktu aplikasi sesuai standar pemupukan di pembibitan. Jika pupuk  majemuk diberikan maka paikasi urea tidak lagi diperlukan. Perlu diperhatikan bahwa pemupukan lewat daun sebaiknya disemprotkan melalui bagian bawah permukaan daun dan dilakukan pada pagi hari. Hal ini dilakukan karena masuknya pupuk daun melalui stomata (mulut daun). Stomata ini merupakan lubang untuk transparasi dan juga sekaligus untuk  masuknya cairan pupuk, dan stomata ini sebagian besat terdapat di bawah permukaan daun. Membuka dan menutupnya stomata berkaitan dengan tekanan turgor melalui proses difusi-osmosis, dan proses ini pada daun dipengaruhi oleh sinar matahari. Oleh karena itu penyemprotan sebaiknya dihentikan setelah sinar matahari sudah mulai terasa terik, karena sebagian unsure akan lebih banyak menguap bila matahari semakin panas dan angin lebih kencang berhembus. Sementara bila penyemprotan dilakukan pada sore hari juga tidak terlalu efektif karena pada sore hari biasanya angin lebih kencang berhembus sehingga akurasi penyemprotan tidak sempurna, dan sinar matahari segera menghilang sehingga stomata juga segera menutup. Sementara proses masuknya unsure hara ke dalam daun yang optimal memakan waktu sekitar 2 – 4 jam. Selain itu ketika cuaca cerah dengan sinar matahari terik dan suhu udara tinggi akan menyebabkan daun bibit terbakar.

Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan petani pada waktu melakukan pemupukan adalah pupuk yang diberikan ke bibit tidak sesuai jenis dan dosisnya, waktu aplikasi pupuk tidak tepat sehingga kurang efektif diserap oleh bibit dan penempatan pupuk di sekitar bibit kurang tepat.

Pembibitan Kelapa Sawit


Bibit adalah salah satu factor penentu keberhasilan dalam usaha perkebunan kelapa sawit. Bibit yang baik hanya akan diperoleh jika penggunaan benih unggul dari sumber yang resmi ditangani dengan baik sesuai dengan standar pembibitan kelapa sawit. Dahulunya pembibitan kelapa sawit dilakukan dengan cara menanam lansung ditanah pada areal pembibitan (field nursery), namun cara ini memiliki banyak kelemahan diataranya masalah persaingan bibit dengan gulma, banyaknya pupuk yang hilang akibat tercuci, dan banyak lagi kelemahan lainnya. Dewasa ini pembibitan kelapa sawit telah banyak mengalami kemajuan yang sangat berarti.
 
Pada saat ini dikenal 2(dua) system pembibitan kelapa sawit, yaitu 1. Pembibitan satu tahap(single stage) dan 2. Pembibitan dua tahap ( double stage). Pada pembibitan satu tahap benih ditanam langsung di polibeg besar. Pada pembibitan dua tahap benih ditanam di polibeg kecil selama 3 bulan  atau disebut dengan istilah pembibitan awal (pre Nursery), kemudian bibit dipindah ke polibeg besar atau disebut dengan istilah pembibitan utama (Main Nursery). Sistem pembibitan double stage merupakan pembibitan yang banyak dilakukan oleh para pekebun kelapa sawit saat ini.

Sebelum  melakukan pembibitan sebaiknya dilakukan beberapa persiapan, diantaranya penyiapan lokasi pembibitan, administrasi pembibitan, dan pembangunan insfrastruktur sebagai daya dukung pembibitan.
Pemilihan lokasi pembibitan menjadi salah satu hal terpenting untuk kemudahan dalam pelaksanaan pembibitan. Pemilihan lokasi pembibitan secara umum harus memenuhi beberapa criteria sebagai berikut :
  • Areal pembibitan diusahakan merupakan areal yang rata (datar) tidak tergenang atau banjir saat musim hujan.
  • Lokasi pembibitan harus dekat dengan sumber air (sungai) sehingga bibit dapat memperoleh air selama dipembibitan.
  • Diusahakan lokasi pembibitan tidak jauh dari rencana areal penanaman, hal ini selain untuk meminimalkan biaya pengangkutan, juga untuk memperkecil resiko kerusakan bibit akibat pengangkutan.
  •  Lokasi pembibitan mudah dijangkau sehingga mudah melakukan pengawasan.
  • Dan lokasi pembibitan harus bebas dari gangguan ternak, dan hama penyakit tanaman kelapa sawit, terutama penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp ).

 Selain pemilihan lokasi yang tepat, pembangunan infrstukrut seperti tangki air, pemasangan pipa air serta penyebarannya yang tepat juga menjadi factor penting dalam kegiatan pembibitan tanaman kelapa sawit.



PERSIAPAN PEMBIBITAN AWAL

Pemilihan polibeg

Secara umum ukuran standar polibeg yang digunakan pada pembibitan tahap awal (Pre Nursery) adalah : lebar 150 cm, tinggi 22 cm, dan tebal kira-kira 0,1 mm.  selain itu sebaiknya dipilih polibeg berwarna hitam agar perakaran dapat berkembang secara optimal.

Pengisian Polibeg
Untuk mengisi polibeg sebaiknya dipilih tanah yang gembur (biasanya giunakan top soil) yang tentu saja bebas dari bibit penyakit. Sebelum diisi tanah sebaiknya polibeg dibalik (bagian dalam menjadi bagian luas) agar polibeg dapat berdiri tegak setelah diisi tanah.

Pembuatan Bedengan
Bedengan dibuat dengan ukuran 1,2 m x 8 m dibatasi degan kayu atau papak kecil sebagai penampang agar susunan polibeg tegak. Agar air penyiraman tidak menggenang dibedengan maka biasanya permukaan bedengan dibuat  lebih tinggi dari permukaan tanah di sekitarnya. Sebelum penyusunan polibeg di bedengan sebaiknya dilakukan penyemprotan insektisida/ nematisida agar bendengan menjadi stril dari hama penyakit.

Pembuatan naungan bibitan
Naungan pada pembibitan awal ( pre Nursery) sangat diperlukan untuk mengatur masuknya cahaya matahari sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Naungan dibuat dengan ketinggian + 2,5 meter dengan lebar umumnya disesuaikan dengan banyaknya bedengan yang dinaungi (umumnya 2-3 bedengan). Atap naungan dapat dibuat dari kelapa sawit atau daun alang-alang yang diikat sedemikian rupa, sementara tiang naungan dapat dibuat dari kayu atau bamboo. Agar sinar matahari cukup bagi tanaman maka perlu dilakukan pengurangan naungan sejalan dengan pertambahan umur bibit. Untuk itu setelah bibit berumur 2,5 bulan, dilakukan pengurangan naungan sebanyak 1 pelepah setiap 2 minggu.


Penanganan Bibit Kembar
Pemanfaatan bibit kembar (multi embrio) sangat penting, karena dapat menghemat biaya yang cukup besar. Berdasarkan hasil mengamatan yang dilakukan dapat dikatan bahwa secara umum pertumbuhan bibit hasil pemisahan bibit kembar mempunyai pertumbuhan yang lebih kecil daripada benih tunggal. Secara genetis bibit yang berasal dari benih multi embrio dapat dipergunakan sebagai bahan tanaman jika factor lainnya, terutama keragaan pertumbuhannya secara fenotipe, dapat memenuhi syarat untuk ditanam.
Pertumbuhan bibit asal benih multiembrio mempunyai keragaan lebih kecil di PN dibandingkan bibit yang berasal dari embrio tunggal karena terkait dengan persediaan cadangan makanan untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan bibit ini juga lebih lambat ketika di MN karena adanya factor stagnasi ketika pindah dari PN ke MN.

Untuk meningkatkan pertumbuhan bibit asal benih multi embrio dilakukan pemupukan extra, untuk pembibita awal dosis pupuk yang dianjurkan adalah pembrian pupuk urea atau pupuk majemuk dengan konsentrasi masing-masing 0,1 – 0,2% dan 0,15 – 0,30% dengan waktu aplikasi sekali setiap minggu.

Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan petani dalam menangani benih multi embrio adalah tidak melakukan pemisahan terhadap bibit yang berasal dari multi embrio hingga ditanam di lapangan atau membuang salah satu bibit yang berasal dari benih multi embrio.