Belasan petani kelapa sawit berkumpul di rumah Aziz Purba (52) di Desa Banjaran Godang, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Minggu (18/12). Mereka tengah berdiskusi dan mencari solusi agar para petani kelapa sawit terus maju. Aziz adalah salah satu contoh petani kelapa sawit yang sukses.
Dia berbagi tips dan strategi bertani kelapa sawit (Elais guineensis jacq
Aziz mengenal tanaman dengan pelepah berduri ini sejak 1987 ketika dia bekerja sebagai pegawai di perkebunan kelapa sawit milik pengusaha berdarah China. Tahun 1997, dia mulai berupaya mandiri dengan membeli lahan seluas 2 hektar seharga Rp 20 juta.
Lahan ini masih berupa belantara yang ditumbuhi semak, rumput, dan ilalang. Dia lantas membersihkannya dan menanaminya dengan bibit kelapa sawit.
Empat tahun kemudian, kebunnya mulai berbuah dan panennya melimpah. Hasilnya mencapai 3 ton sampai 4 ton per bulan.
”Kalau pupuknya bagus, hasilnya juga bagus,” kata Aziz, yang menerapkan pemberian pupuk minimal 2 kilogram per tahun per pohon.
Dari hasil panen yang melimpah itu, Aziz menambah investasinya dengan memperluas lahan kebun kelapa sawit. Sejak 2008, lahannya telah mencapai 12 hektar dengan hasil panen rata-rata 1,5 ton per bulan per hektar.
Untuk mengembangkan usahanya, Aziz merangkap sebagai tengkulak tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dari petani. Setidaknya dia memperoleh keuntungan Rp 30 per kilo- gram dengan omzet mencapai 300 ton per hari.
Awal tahun depan, Aziz membangun gudang TBS di atas lahan seluas 1.200 meter persegi persis di samping rumahnya. Bapak tiga anak ini telah menyiapkan modal Rp 700 juta yang antara lain untuk membeli mesin timbang dan bangunan fisik gudang. ”Kalau ada gudang, TBS bisa saya simpan beberapa hari seandainya pabrik kelapa sawit telah memenuhi kuota,” ujarnya.
Sudarto (47) mencoba mengikuti langkah sukses Aziz. Lima tahun lalu dia membeli 3 hektar lahan kelapa sawit seharga Rp 75 juta. Kebetulan saat itu ada pembagian bibit kelapa sawit dari sebuah partai politik yang tengah berkampanye. Sudarto memperoleh jatah 250.000 bibit. Bibit lainnya dia upayakan dengan cara membeli secara mandiri.
Sekarang dia sudah mulai panen dengan hasil 4,5 ton sampai 6 ton per bulan. Sebagian uang hasil panen dia gunakan untuk menutupi kebutuhan seharai- hari. Sisanya dia tabung untuk memperluas lahan kelapa sawitnya. ”Semoga saja bisa sesukses Pak Aziz,” kata Sudarto.
Sunardi (47), warga yang tinggal di Desa Dolok Menampang, Kecamatan Dolok Masihul, pun sukses berkebun kelapa sawit. Awalnya dia hanya menyewa lahan seluas 2 hektar sejak 1988. Tahun 1999, pemilik lahan memintanya untuk membeli lahan yang disewa itu.
Usahanya terus berkembang dan kini Sunardi memiliki 60 hektar kebun kelapa sawit di tiga tempat berbeda. Nilai asetnya itu mencapai Rp 12 miliar. Beberapa pengusaha berniat membeli kebun itu, tetapi Sunardi menolaknya. ”Saya menjaganya agar anak-anak saya nanti hidupnya enak,” ujarnya.
Di Serdang Bedagai terdapat 11.865,86 hektar lahan kelapa sawit milik petani. Sebanyak 9.495,48 hektar merupakan kebun produktif (menghasilkan). Sisanya, seluas 2.551,51 hektar tidak produktif lantaran sudah terlalu tua atau terlalu muda usia tanamannya.
Data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Serdang Bedagai menunjukkan, jumlah petani kelapa sawit mencapai 12.409 jiwa. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Kabupaten Serdang Bedagai, Mohammad Sofyan Daulay, memperkirakan, 1.700 petani di antaranya telah sukses. Salah satu indikasinya, mereka memiliki lebih dari 5 hektar kebun kelapa sawit per orang.
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Serdang Bedagai Mega Hadi menjelaskan, pihaknya tidak memberikan bantuan finansial kepada petani kelapa sawit. Bantuan yang mereka berikan berbentuk pelatihan dan penyuluhan tentang pola bertani yang benar dan produktif. Dananya Rp 200 juta per tahun.
Pelatihan dan penyuluhan yang mereka gelar sejak tiga tahun terakhir itu efektif untuk membentengi petani dari penjualan bibit ataupun pupuk palsu. Sebelumnya, banyak kebun kelapa sawit petani yang produksinya tidak maksimal lantaran bibit dan pupuknya palsu.
Bantuan lainnya berupa rekomendasi. Petani yang hendak membeli bibit dari perusahaan besar, seperti PT Socfindo, misalnya, mendapat rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serdang Bedagai. Berbekal surat rekomendasi itu, petani memperoleh fasilitas pemotongan harga bibit sebesar 10 persen.
”Bantuan lain kami berikan untuk membangun infrastruktur perkebunan, seperti pembangunan jalan produktif. Jumlahnya Rp 2 miliar per tahun dari dana Bantuan Daerah Bawahan Provinsi Sumatera Utara,” ujarnya.
Dengan pembangunan jalan produktif itu, petani bisa langsung mengangkut hasil panennya menggunakan truk. Mereka tidak perlu lagi membawa kereta dorong yang lebih memakan waktu dan tenaga.
Dia menambahkan, Pemkab Serdang Bedagai tidak membebani retribusi atau pajak bagi petani kelapa sawit. Oleh karena itu, tak ada pendapatan asli daerah dari sektor kelapa sawit. Namun, peningkatan kesejahteraan para petani kelapa sawit ini langsung berdampak pada kelancaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Serdang Bedagai. Saat hasil panen melimpah, petani taat pajak. Begitu juga sebaliknya.
Sumber : http://nasional.kompas.com